Aku baru 13 tahun, ketika aku baru saja menyelesaikan tugas editing beberapa naskah yang akan kami masukkan ke dalam majalah sekolah sore itu. Sudah 3 bulan ini aku berturut-turut ditarik dari anak ekskul mading yang biasa aja menempati status-status sosial baru dan mungkin paling prestige mengalahkan ekstrakulikuler lain, bahkan anak-anak pengurus OSIS di sekolah, yaitu menjadi crew majalah sekolah dan klub bahasa inggris yang aku lupa namanya, bagus! Dari semua kekerenan, popularitas, mudahnya aksesabilitas, fasilitas, dan mungkin ekslusivitas, asal tahu saja hal itu menjauhkanku dari anak-anak mading yang kadang kala menimbulkan curiga, kecemburuan, dan rerasan padahal ekstrakulikuler mading adalah wadah pertama yang mengasah kemampuan kepenulisan kami, pun di sana terlalu banyak romantisme untuk dilupakan. Sejak masuk klub bahasa inggris sekolah pun justru setiap lomba gak pernah menang lagi. Begitulah ketidakjelasan anak-anak SMP, masa-masa puber pertamanya.... (tapi bukan ini cerita tentang laki-laki itu)
Sore itu gerimis tipis, aku biasanya pulang berjalan kaki ke rumah yang jaraknya 2 kilo, tapi khusus sore itu aku mau dijemput saja
Aku pun pergi ke wartel samping sekolah dan men-dial 0822749438 (masyaallah aku masih ingat nomor ini, ckckck), kemudian...
Orang rumah: Halo, Lamleykum (aksen khas asisten rumah tangga kami)
Aku: halo, waalaikumsalam yang ada di rumah siapa? aku minta jemput tapi gak mau kalau dijemput mbokde! (mbokde: sebutan untuk asisten rumah tangga yang memang suka njemput waktu SD dan awal-awal SMP membawakan payung hujan-hujan karena aku tidak membawa payung ke sekolah. Tapi lucunya aku dijemput dengan jalan kaki juga karena mbokdeku yang dari gunung kidul karena letak geografis yang gunung-gunung gak pernah bisa naik sepeda atau naik motor, jadi jemputnya jalan -_-. Lalu aku akan dibawakan sandal jepit, sepatuku dimasukkan ke dalam tas plastik, dan tas sailormon warna hijauku pun akan pindah ke lengan atau punggungnya--tergantung suasana hatiku sedang menyeting versi slempang atau gendong tas itu, kami masing-masing memakai payung sendiri dan di sepanjang perjalanan mbok de bilang aku akan dibuatkan sambel super pedas sampai rumah nanti. Betapa brengseknya aku dan beruntungnya aku. Mbokde, aku kangeeeen!
Orang rumah: Bapak sudah di rumah, jemput pak e aja yo, nul (begitu mbokdeku suka manggil aku, "Nul" bahkan jauh-jauh sebelum bak inul daratista nongol di TV)
Aku: Yaaa....
Percakapan telepon pun usai, aku bayar 700 rupiing.
Gerimis semakin tipis dan sore semakin berwarna kuning kecoklatan, tetapi belum benar-benar oranye. Sepertinya langit tidak merencanakan hujan yang sungguhan. Tiba-tiba teman sekelasku yang paling cantik sesekolahan nyari-nyari aku dia bilang aku dicari seorang pria. Ah, pasti itu bapakku. Aku pun berkemas, pamit ke pak guru komputer yang masih nge-layout, dan berlari turun.
Aku kaget karena melihatmu menunggu di depan gerbang sekolah dengan sepeda entah milik siapa. Katamu, tadi seorang teman berwajah ayu menawarkan bantuan memanggilkanku turun. "Iya, itu perempuan paling cantik di sekolahan ini, tapi sayang suka ramai kalau guru nerangin di kelas dan sering liat kerjaan teman, but overall, she's good!", Kataku. Lalu pembicaran tentang wanita cantik kita pun dimulai.
Aku: Katanya, kalau perempuan cantik, dia tidak pintar. Sebaliknya, perempuan pintar pasti dia kurang cantik (aku mulai berteori sambil berusaha duduk di boncengan sepeda)
Kamu: (Menggeleng dan sedikit mencibir) Aku kenal dengan wanita cantik sekaligus pintar
Aku: Siapa? apakah kita mengenalnya? Setahuku tidak ada.
Kamu: Ada. Perempuan yang aku boncengkan ini
Aku: (menarik lenganmu dan menunjuk ke arah hidungmu) Aah,Bohong! aku kan gendut, banyak jerawatnya...(Aku tertawa cekikikan, tapi wajah di depanku sepertinya sungguh-sungguh mengatakannya jadi aku lebih baik menutup mulut) Terserah, tapi cermin di rumah kan tidak akan berbohong.
Kamu: (mulai mengayuh sepeda) Lihat saja nanti, suatu saat kamu akan mempercayai ucapanku hari ini.
Aku : Kapan saat itu?
Kamu : Ketika nanti kamu sudah dewasa
Aku : Aku sudah mesntruasi, berarti kan aku sudah dewasa
Kamu : Bukan, bukan seperti itu. Besok kamu akan mengerti sendiri. Sulit memang kalau dijelaskan sekarang. Pun ketika saat itu tiba ini bukan hal penting lagi, tapi itulah pengharapanku padamu.
Kita pun tidak berkata apa-apa lagi. Aku tidak mengambil dalam-dalam ucapanmu, tapi entah mengapa ada sesuatu yang yang basah dan hangat melewati pipiku-Ya, ampun masak menangis. Di perjalanan pulang itu, kita lewati lapangan dengan rumput-rumput ilalang yang cukup tinggi dan dipenuhi kupu-kupu berwarna abu-abu ungu berukuran kecil, kusandarkan kepalaku ke punggungmu dan kuremas-remas ujung bajumu sambil ingin terus aku percaya ucapanmu itu. Bagiku saat itu, tidak penting lagi menjadi cantik atau pintar, tapi lebih baik menjadi dicintai olehmu, bapak :')
Dan ini sudah hampir 10 tahun sejak saat itu, aku tidak pernah benar-benar cantik dan pintar tentu saja hahaha...
Tetapi bapak banyak berubah, dulu bapak galak suka marah-marah, tetapi aku yang kelewat berengsek memang cukup pantas dibegitukan.
Tanggal 30 bulan ini kita berulang tahun, I wish you all the best and wanna say thank you so much buat segala-galanya: Ibu yang galak, tapi lumayanlah, adik yang baik, rumah yang nyaman dan penghidupan yang layak, dukungan spiritual, materi, dan selalu membesarkan hati :)
Seumur hidupku hidup sama Bapak, jadi anak Bapak, aku semakin sadar Bapaklah kado terbaik yang tidak pernah aku minta pada Tuhan.
Sebenarnya aku selalu penasaran, apakah Bapak pernah berpikir begitu juga, 23 tahun yang lalu?
Jadi beritahu aku bagaimana rasanya, anak pertamamu, seorang anak perempuan lahir tepat di hari ulang tahunmu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar